TEORI MUSIK AL-URMAWI
Ia bernama lengkap Safi
al-Din Abd al-Mu'min ibn Yusuf ibn al-Fakhir al-Urmawi (m. 1294). Kita akan kerap menjumpai nama beliau dalam buku-buku panduan musik Arab. Semasa hidupnya, riset tentang musik al-Urmawi
tidak hanya bersumber dari teori-teori yang dikembangkan orang-orang Yunani
kuno, namun ia juga menganalisa karya-karya para ilmuwan Islam sendiri, semisal
al-Kindi, al-Farabi, dan juga Ibnu Sina.
Kontribusi al-Urmawi dalam dunia musik Arab tidak hanya dalam bentuk pemaparan semata, namun juga
lengkap dengan panduan teori praktisnya. Tampaknya ia sangat terinspirasi dan
bermaksud mengembangkan apa yang sudah dimulai oleh para pendahulunya, terutama al-Kindi dan Ibn Sina. Pada usia muda ia
belajar di sekolahan Mustansiriyyah yang terletak di Baghdad, di sana ia
terkenal dengan kemahirannya dalam ilmu fisika, seni kaligrafi, dan
kesusasteraan, bahkan sempat pula ia menjabat sebagai tukang salin tulisan di
salah satu perpustakaan milik khalifah al-Mu’tashim. Sebagai musisi terlatih dan berbakat, ia
bermain oud dengan sangat piawai dan cemerlang.
Tercatat tidak sedikit penulis muslim yang merujuk
langsung pada dua karya besar al-Urmawi, Kitab al-Adwar dan al-Risalah
al-Sharafiyah fi al-Nisab al-Ta’lifiyyah. Beberapa di antara mereka adalah
Qutb al-Din Mahmud al-Shirazi (m. 1310), ‘Abd al-Qadir al-Maraghi (m. 1435),
juga ‘Abd al-Hamid al-Ladhiqi (m. 1494).
Pola nada yang ia susun, yang oleh
para peneliti di barat dikenal dengan “Old orient sound system with 17
notes” diyakini oleh para kritikus modern sebagai pola nada terbaik. Al-Urmawi mempelajari perbandingan
antara masing-masing angka dengan sangat teliti dan sistematis, memberi nama
pada setiap interval yang ditimbulkan olehnya, mengklasifikasikannya, baru
setelah itu menjelaskan interval-interval tersebut (baik yang selaras maupun yang miring) dengan cermat dan rinci. Semenjak al-Farabi, sejarah mencatat belum ada pembelajaran tentang
tetrakord dengan begitu rinci dan panjang lebar seperti yang dilakukan
al-Urmawi, ia mampu menjelaskan dari
sekian interval mana yang paling pantas disebut paling selaras. Sehingga, dengan demikian, para pengkaji musik sesudah al-Urmawi tidak lagi mengalami kesulitan, cukup mengikuti petunjuk yang sudah ia paparkan.
Serampung itu Al-Urmawi memanfaatkan dan menikmati dari sekian urutan nada baik tetrakord maupun pentakord dengan menerapkannya bergerak dalam dua
oktaf. Setelah dicoba beberapa kali dengan bermacam variasi, baru kemudian ia merumuskan
beberapa maqam dengan menetapkan nada-nada yang selaras. Sebagai
tambahan, dia juga membahas topik-topik penting seperti penetapan urutan dalam
17 suara yang dihasilkan, nada-nada yang sama dalam beberapa skala, juga
perubahan berikut urutan-urutannya yang sesuai.
Hasilnya, dari tetrakord dan pentakord ia mencatat 63
tingkatan nada, yang mana, dari sana menghasilkan 18 maqam yang berbeda
dalam dua kategori, 12 ke dalam shudud dan 6 sisanya ke dalam
kategori awaz. Sampai beberapa abad kemudian tidak ada perubahan klasifikasi dan
sebutan-sebutan maqam yang telah ia paparkan. Pemaparan-pemaparan jenius al-Urmawi seputar teori musik
yang tertuang dalam karya tulisnya menjadikannya tokoh besar dunia seni dan
ilmu pengetahuan pada masa lampau, pada masa keemasan Islam. Kemudian, dengan semena-mena para
sarjana
menyebut al-Urmawi sebagai Zarlino dari Timur, sementara, bila kita mengaca pada sejarah, Zarlino semestinya yang lebih pantas disebut al-Urmawi dari Barat.
Walang Gustiyala_
0 komentar: